Selasa, 19 Desember 2017

Limbah Kulit Udang dan Biji Alpukat Bisa Dijadikan Bioplastik

Limbah biji alpukat dan kulit udang berhasil diinovasi menjadi bioplastik | tas spunbond jakarta


tas spunbond jakarta


Sedangkan pada limbah kulit udang mengandung kitin yang bisa ditransformasi menjadi chitosan sebagai penguat karakter polimer plastik. Untuk menambah karakteristik plastik,
maka ditambahkan zat pemlastis atau plastisizer sorbitol.

"Dengan hadirnya bioplastik 'Mbah Kilat' ini kami berharap dapat menjadi alternatif plastik pengganti plastik komersial yang aman digunakan, mudah terurai, dan dapat digunakan sebagai solusi mengoptimalisasi pemanfataan limbah," tandas Nurlailiatul. 

Ditambahkan oleh Nurlailiatul, penelitian ini menekankan pada penggunaan limbah yang pemanfaatannya kurang maksimal. Antara lain limbah biji alpukat dan limbah kulit udang untuk dibuat sebagai bioplastik ramah lingkungan dan aman untuk digunakan.

"Jadi, bioplastik 'Mbah Kilat' ini dibuat dari bahan dasar chitosan kulit udang dan pati (tepung) limbah biji alpukat. Pada biji alpukat itu terdapat banyak kandungan pati yang bisa dijadikan komponen plastik, sehingga plastik mudah didegradasi oleh mikroorganisme," lanjut Nurlailiatul.

Dewasa ini telah ditemukan beberapa macam plastik biodegradable antara lain, polihidroksi alkanoat (PHA), poli e-kaprolakton (PCL), poli butilen suksinat (PBS) dan poli asam laktat (PLA). Namun kebanyakan bahan baku plastik biodegradable itu masih
menggunakan sumber daya alam yang tidak diperbaharui (non-renewable resources) dan tidak hemat energi.

Hasil penelitian yang menarik ini kemudian dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM-PE). Setelah melalui seleksi Dikti, proposal 'Bioplastik
Mbah Kilat (Limbah Kulit Udang Dan Biji Alpukat)' ini lolos untuk mendapatkan dana penelitian dalam program PKM Kemenristekdikti tahun 2016-2017.

"Inilah ancaman terhadap lingkungan hidup, sebab plastik merupakan material yang sulit dihancurkan oleh organisme. Untuk bisa lebur dan terurai dalam tanah, sampah plastik butuh waktu antara 200 sampai 1.000 tahun," kata Nurlailiatul dalam siaran pers yang diterima detikcom melalui Humas Unair, Rabu (26/7/2017)..

Hingga Environment Protection Body, sebuah lembaga lingkungan hidup di Amerika Serikat mencatat bahwa setiap tahun sekitar 500 miliar sampai 1 triliun tas plastik digunakan di seluruh dunia.

Lima mahasiswa jurusan kimia Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Unair itu adalah Nurlailiatul Machmudah, Fitria Pebriani, Adi Rachmadji, Tri Susanti, dan Dimas Noor Asyari. Nurlailiatul sebagai ketua tim peneliti menjelaskan bahwa dipilihnya 
inovasi ini karena melihat penggunaan perkakas yang terbuat dari plastik, terutama tas, sudah semakin menggila.

Limbah biji alpukat dan kulit udang berhasil diinovasi menjadi bioplastik. Adalah lima mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) yang melakukannya. Bioplastik merupakan pengganti plastik yang ramah terhadap lingkungan.

 
Minimalisir Sampah Plastik, Kreasikan Jadi Bantal | tas spunbond jakarta



Salah satu yang membuat bantal sampah plastik ini adalah PAUD Permata Bunda Gending. Terlihat beberap anak kecil bermain perosotan dengan aman karena memiliki alas bantal sampah plastik ini di bawahnya. Kepala PAUD Permata Bunda Gending Iin hidayati menuturkan, bantal ini memberikenyaman tersendiri bagi anak-anka saat bermain. “Selain itu bisa membantu menyelesaikan misi untuk meminimalisir sampah, ibu-ibu yang jaga anak juga lebih produktif,” imbuh dia. 

Selanjutnya, sarung bantal bisa digunakan dari kain perca agar lebih cantik. Tak hanya mengurangi sampah plastik yang tidak bisa di daur ulang, namun banyak yang memilih karena hargany ajauh lebih murah dari bantal pada umumnya. “Kalau bantal ini masih dari Gresik saja konsumennya, dan juga sering ikut dalam pameran luar kota,” papar dia.

Limbah plastik ini sebelumnya dicucui bersih dan dimasukkan dalam plastik yang sudah dijahit. Potongan kecil dan motif yang tidak beraturan dalam bungkus bantal bening, membuat bantal ini semakin menarik.

Dari kreatifitasnya ini, satu bantal berukuran 30 x 50 centimeterpun bisa menghabiskan sampah plastik sebanyak 2 kilogram. Sebab, bila hanya digunakan untuk daur ulang tas atau kerajinan lainya dibutuhkan yang sesuai dengan pola saja. “Lah sisa-sisanya itu bisa dipotong-potong kecil, kalau potongnya kecil maka bantal semakin empuk karena teksturnya lebih halus,” lanjut dia.

“Biasanya ibu-ibu buatnya kalau menunggu anak-anak di sekolah, sambil mengumpulkan sampahplastik dari bank sampah atau warung, kemudian dipotong sangat kecil sambil menunggu anak sekolah,” terang dia.

Bila dilihat sekilas, bantal rumah dan bantal kursi yang berada di rumah Indah ini layaknya bantal pada umumnya. Rasanyapun tetap empuk, meski tak seperti dakron. Namun, bila dibuka dari sarung bantal yang menutupi, maka terlihat jelas potongan kecil kemasan plastik yang berada di bantal tersebut.

“Untuk pembungkusnya pun kita manfaatkan plastik bekas dari tempat tidur,” jelas anggota PKK Gending Indah Wahyuni.

Siapa sangka limbah plastik dari berbagai kemasan ternyata bisa disulap menjadi bahan berguna. Selain barang daur ulang, plastik yang tidak terpakai bisa menjadi pengganti busa atau dakron pada bantal. Hal ini dibuktikan bu-ibu di PKK Kelurahan Gending. Mereka bisa memproduksi bantal dengan isi yang diganti potongan kecil dari kemasan plastik.

> Denda Rp 500 Juta atau Penjara untuk Pengguna Plastik di Kenya | tas spunbond jakarta

Menteri Lingkungan Kenya, Judy Wakhungu, berkata bahwa kantong plastik membutuhkan waktu antara 20 hingga 1.000 tahun untuk melakukan terdegradasi.

"Kantong plastik sekarang merupakan tantangan terbesar bagi pengelolaan limbah padat di Kenya. Ini menjadi mimpi buruk lingkungan kita yang harus kita hindarkan dengan segala cara," kata Wakhungu seperti dikutip dari BBC 29 Agustus 2017.

Untungnya, pengadilan berkata lain. Keberatan yang diajukan ditolak, termasuk keberatan yang diajukan oleh dua importir kantong plastik. Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa lingkungan lebih penting dan menghentikan kasusnya.

Kebijakan itu tak diterima dengan mulus. Penolakan datang dari produsen kantong plastik. Mereka menyebutkan, kebijakan itu akan membuat 80.000 orang kehilangan pekerjaannya.

Sebelum Kenya, negara lain, seperti Rwanda, Mauritania, dan Eritrea, telah lebih dulu memberlakukan larangan tersebut.

Menanggapi hal ini, pemerintah Kenya pun mengambil langkah tegas. Siapapun yang menjual, membuat, atau membawa kantong plastik bisa dikenakan denda hingga 38.000 dolar AS (sekitar Rp 507 juta) atau hukuman penjara hingga empat tahun. Pengecualian bagi bebijakan itu diberikan kepada pabrik yang menggunakan polietilena untuk membungkus produk.

Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, sekitar 20 kantong plastik polietilena berhasil ditarik keluar dari setiap ekor sapi dari tempat pemotongan di Nairobi. Selain itu, warga Kenya diperkirakan menggunakan 24 juta kantong plastik per bulan.

Pemerintah Kenya membawa kabar baik bagi pelestarian lingkungan. Mereka telah sepakat memberlakukan larangan penggunaan kantong plastik. Larangan ini didasari oleh banyaknya tumpukan sampah kantong plastik di Kenya. Tak hanya Kenya, negara Afrika lainnya juga mengalami hal serupa.


Denda Rp 500 Juta atau Penjara untuk Pengguna Plastik di Kenya | tas spunbond jakarta


Menteri Lingkungan Kenya, Judy Wakhungu, berkata bahwa kantong plastik membutuhkan waktu antara 20 hingga 1.000 tahun untuk melakukan terdegradasi.

"Kantong plastik sekarang merupakan tantangan terbesar bagi pengelolaan limbah padat di Kenya. Ini menjadi mimpi buruk lingkungan kita yang harus kita hindarkan dengan segala cara," kata Wakhungu seperti dikutip dari BBC 29 Agustus 2017.

Untungnya, pengadilan berkata lain. Keberatan yang diajukan ditolak, termasuk keberatan yang diajukan oleh dua importir kantong plastik. Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa lingkungan lebih penting dan menghentikan kasusnya.

Kebijakan itu tak diterima dengan mulus. Penolakan datang dari produsen kantong plastik. Mereka menyebutkan, kebijakan itu akan membuat 80.000 orang kehilangan pekerjaannya.

Sebelum Kenya, negara lain, seperti Rwanda, Mauritania, dan Eritrea, telah lebih dulu memberlakukan larangan tersebut.

Menanggapi hal ini, pemerintah Kenya pun mengambil langkah tegas. Siapapun yang menjual, membuat, atau membawa kantong plastik bisa dikenakan denda hingga 38.000 dolar AS (sekitar Rp 507 juta) atau hukuman penjara hingga empat tahun. Pengecualian bagi bebijakan itu diberikan kepada pabrik yang menggunakan polietilena untuk membungkus produk.

Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, sekitar 20 kantong plastik polietilena berhasil ditarik keluar dari setiap ekor sapi dari tempat pemotongan di Nairobi. Selain itu, warga Kenya diperkirakan menggunakan 24 juta kantong plastik per bulan.

Pemerintah Kenya membawa kabar baik bagi pelestarian lingkungan. Mereka telah sepakat memberlakukan larangan penggunaan kantong plastik. Larangan ini didasari oleh banyaknya tumpukan sampah kantong plastik di Kenya. Tak hanya Kenya, negara Afrika lainnya juga mengalami hal serupa.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar